Asal Nama Banyumas
Awal berdirinya Kabupate Banyumas tidak lepas dari peran Adipati Wirasaba Ke VI yang bernama Wargautama I. Kala itu Adipati Wargautama I memerintah Kadipaten Wirasaba, dibawah pemerintahannya rakyat kadipaten Wirasaba hidup makmur dan berkecukupan. Wirasaba merupakan daerah yang masih berada dibawah kekuasaan Kerajaan Pajang, sehingga pusat kepemimpinan tertinggi berada ditangan Raja pajang. Namun akibat adanya kesalah pahaman yang terjadi antara Raja Pajang dengan Adipati Wirasaba Ke VI akhirnya Wargautama I harus kehilangan nyawanya. Adipati Wirasaba Ke VI itu terbunuh dalam perjalanan pulang dari Pajang tepatnya di Desa Bener, Kecamatan Lowano, Kabupaten Purworejo (sekarang).
Dari peristiwa tersebut untuk menebus kesalahannya maka Raja Pajang, memanggil putra Adipati Wirasaba namun tidak ada yang berani menghadap. Kemudian salah satu putra menantu Wargautama I yaitu Raden Bagus Mangun atau Raden Semangun yang juga dikenal sebagai joko Kaiman memberanikan diri menghadap, dengan catatan apabila nanti mendapatkan murka akan dihadapi sendiri, dan apabila mendapatkan anugerah/kemurahan putra-putra yang lain tidak boleh iri hati. Joko Kaiman Merupakan Putra Raden Banyak Catra (KAMANDAKA) putra prabu Siliwangi (berbeda pada setiap versi). Sesampainya di Kerajaan Pajang dan menghadap Raja, Raden Joko Kaiman ternyata diberi anugerah diwisuda menjadi Adipati Wirasaba ke VII. Semenjak itulah putra menantu Wargautama I yaitu Raden Joko Kahiman menjadi Adipati dengan gelar ADIPATI WARGA UTAMA II.
Setelah dari kerajaan Pajang atas kebesaran hatinya dengan seijin Kanjeng Raja, bumi Kadipaten Wirasaba dibagi menjadi empat bagian yang diberikan kepada Ipar-ipar Raden joko Kaiman. Wilayah Pertama, Banjar Pertambakan diberikan kepada Kyai Ngabei Wirayuda, wilayah Kedua, Merden diberikan kepada Kyai Ngabei Wirakusuma, wilayah Ketiga, Wirasaba diberikan kepada Kyai Ngabei Wargawijaya, wilayah Keempat Kejawar dikuasai sendiri oleh raden Joko Kaiman. Sejak saat itu Raden joko Kaiman dikenal sebagai Adipati Mrapat (yang membagi empat), dan dikemudian hari keempat wilayah ini dikenal sebagai Catur tunggal.
Adipati Mrapat kemudian membabad hutan mangli yang berada ditepian sunga serayu dan mendirikan pusat pemerintahan. pada saat masyarakat sibuk membangun daerah pemukiman baru, Adipati Mrapat berjalan ditepian sungai Serayu. Ditengah perjalanannya, perhatian Adipati Mrapat teralihkan oleh sebuah batang kayu besar yang hanyut di sungai serayu. Adipati Mrapat tertarik dengan kayu besar tersebut yang berwarna kuning keemasan, terlihat kokoh serta kuat. Akhirnya diputuskan bahwa kayu tersebut digunakan sebagai Saka Guru (tiang Pemancang Utama ditengah Bangunan ) Pendopo (aula). Sejak saat itu Adipati Mrapat memutuskan memberi nama daerah kekuasaanya sebagai Banyumas (Banyu/Air dan Kayu Emas) dan pendopo Kabupaten yang dibangun dengan Saka guru dari kayu Emas diberi nama Pendopo Si Panji.
Hingga saat ini Pendopo Si Panji masih berdiri kokoh didepan kantor Bupati Banyumas dan menjadi saksi sejarah Kota Banyumas. Berdasarkan tinjauan sejarah, kayu emas yang dimaksud Adipati Mrapat serta menjadi saka guru Pendopo Si Panji adalah kayu dari pohon tembaga yang banyak terdapat di Banyumas saat itu.
Berdasarkan nawadewata (sembilan dewa) dewa yang menguasai sembilan mata angin, dewa Brahma berada di arah selatan. Jika dihitung berdasarkan perhitungan jawa, arah selatan mengarah pada hari Sabtu pahing. Dari perhitungan inilah mengapa orang Banyumas mengkramatkan hari Sabtu Pahing dan menyarankan untuk tidak berpergian di hari sabtu pahing karena banyak kemalangan yang akan terjadi.
Dari peristiwa tersebut untuk menebus kesalahannya maka Raja Pajang, memanggil putra Adipati Wirasaba namun tidak ada yang berani menghadap. Kemudian salah satu putra menantu Wargautama I yaitu Raden Bagus Mangun atau Raden Semangun yang juga dikenal sebagai joko Kaiman memberanikan diri menghadap, dengan catatan apabila nanti mendapatkan murka akan dihadapi sendiri, dan apabila mendapatkan anugerah/kemurahan putra-putra yang lain tidak boleh iri hati. Joko Kaiman Merupakan Putra Raden Banyak Catra (KAMANDAKA) putra prabu Siliwangi (berbeda pada setiap versi). Sesampainya di Kerajaan Pajang dan menghadap Raja, Raden Joko Kaiman ternyata diberi anugerah diwisuda menjadi Adipati Wirasaba ke VII. Semenjak itulah putra menantu Wargautama I yaitu Raden Joko Kahiman menjadi Adipati dengan gelar ADIPATI WARGA UTAMA II.
Setelah dari kerajaan Pajang atas kebesaran hatinya dengan seijin Kanjeng Raja, bumi Kadipaten Wirasaba dibagi menjadi empat bagian yang diberikan kepada Ipar-ipar Raden joko Kaiman. Wilayah Pertama, Banjar Pertambakan diberikan kepada Kyai Ngabei Wirayuda, wilayah Kedua, Merden diberikan kepada Kyai Ngabei Wirakusuma, wilayah Ketiga, Wirasaba diberikan kepada Kyai Ngabei Wargawijaya, wilayah Keempat Kejawar dikuasai sendiri oleh raden Joko Kaiman. Sejak saat itu Raden joko Kaiman dikenal sebagai Adipati Mrapat (yang membagi empat), dan dikemudian hari keempat wilayah ini dikenal sebagai Catur tunggal.
Adipati Mrapat kemudian membabad hutan mangli yang berada ditepian sunga serayu dan mendirikan pusat pemerintahan. pada saat masyarakat sibuk membangun daerah pemukiman baru, Adipati Mrapat berjalan ditepian sungai Serayu. Ditengah perjalanannya, perhatian Adipati Mrapat teralihkan oleh sebuah batang kayu besar yang hanyut di sungai serayu. Adipati Mrapat tertarik dengan kayu besar tersebut yang berwarna kuning keemasan, terlihat kokoh serta kuat. Akhirnya diputuskan bahwa kayu tersebut digunakan sebagai Saka Guru (tiang Pemancang Utama ditengah Bangunan ) Pendopo (aula). Sejak saat itu Adipati Mrapat memutuskan memberi nama daerah kekuasaanya sebagai Banyumas (Banyu/Air dan Kayu Emas) dan pendopo Kabupaten yang dibangun dengan Saka guru dari kayu Emas diberi nama Pendopo Si Panji.
Hingga saat ini Pendopo Si Panji masih berdiri kokoh didepan kantor Bupati Banyumas dan menjadi saksi sejarah Kota Banyumas. Berdasarkan tinjauan sejarah, kayu emas yang dimaksud Adipati Mrapat serta menjadi saka guru Pendopo Si Panji adalah kayu dari pohon tembaga yang banyak terdapat di Banyumas saat itu.
Perpindahan Pusat Pemerintahan Dari Banyumas ke Purwokerto
saat Bupati Banyumas dijabat Raden Adipati Cokronegoro I. Pendopo Si Panji belum dipindahkan. Saat itu Kali Serayu meluap hebat dan air bah membanjiri Kota Banyumas sampai setinggi 3,5 meter. Peristiwa itu dikenal sebagai Blabur Banyumas. Karena peristiwa itu maka Pendopo Si Panji harus dipindahkan sekaligus pusat pemerintahan Banyumas. Konon atas petunjuk gaib yang diterima sesepuh Banyumas, pemindahan Pendopo Si Panji tidak boleh melewati Sungai Serayu agar terhindar dari hal buruk. Pendopo Si Panji pun diangkut lewat sebelah atas Mata Air Bima Lukar, hulu Sungai Serayu di wilayah Dieng, lalu memutar lewat Semarang, Pekalongan, Tegal dan akhirnya ke Purwokerto.Asal Usul Kayu Emas Berdasarkan Versi Goa Jati Jajar
Dikatakan bahwa kayu tersebut erat kaitannya dengan asal mula nama goa Jati Jajar. Dahulu kala saat pertama kali goa ditemukan terdapat empat pohon jati berjajar tumbuh menjulang didepan mulut goa, sehingga goa tersebut diberinama Goa Jati Jajar. Mengetahui hal tersebut Bupati Kedu saat itu memutuskan untuk menjadikan kayu dari pohon jati yang terdapat dimulut goa sebagai saka guru pendopo kabupaten. Namun berdasarkan saran dari tetua saat itu, kayu jati bisa dibawa asalkan tidak boleh melintasi sungai karena jika tidak, maka akan terjadi bencana. Mengikuti saran tersebut, bupati Kedu saat itu memutuskan untuk membawa kayu melalui jalur selatan menyusuri pantai. Dalam perjalanannya kayu tersebut ternyata terjatuh dan hanyut kelaut. Kayu tersebut dipercaya terbawa arus hingga bermuara disungai serayu dan ditemukan Adipati Mrapat.Mitos Seputar Asal Usul Nama Banyumas
Saat Adipati Wargautama I dalam perjalanan pulang dari Kerajaan Pajang ia beristirahat diseuatu perkampungan Desa Bener, Kecamatan Lowano, Kabupaten Purworejo (sekarang). Ia kemudian beristirahat disebuah kedai makan dan memesan makanan dengan lauk olahan daging banyak (angsa dalam bahasa Indonesia). Pada saat beristirahaat untuk makan itulah Adipati Wargautama I dibunuh dan meninggal. Sebelum menghembuskan nafas teraakhirnya, Adipati Wargautama I memberikan petuah untuk anak cucu serta semua keuturnannya agar tidak memakan daging angsa serta tidak bepergian pada hari Sabtu Pahing karena akan tertimpa kemalangan seperti dirinya. Pendapat lain mengatakan bahwa larangan bepergian pada Sabtu Pahing serta larangam menyembelih angsa berawal dari Adipati Mrapat yang merupakan keturunan dari Banyak Catra (Adipati Pasir Luhur). Angsa (banyak) merupaka simbol keluarga, selain itu angsa merupakan wahana/ tunggangan dewa Brahma sehingga harus dihormati dan diagungkan tidak boleh disembelih. Dengan demikian muncul larangan seluruh trah atau keturunan Banyak Catra dilarang menyembelih banyak/angsa.Berdasarkan nawadewata (sembilan dewa) dewa yang menguasai sembilan mata angin, dewa Brahma berada di arah selatan. Jika dihitung berdasarkan perhitungan jawa, arah selatan mengarah pada hari Sabtu pahing. Dari perhitungan inilah mengapa orang Banyumas mengkramatkan hari Sabtu Pahing dan menyarankan untuk tidak berpergian di hari sabtu pahing karena banyak kemalangan yang akan terjadi.
0 Response to "Banyumas Sejarah dan Mitos"
Post a Comment